khutbah latihan ngeblog
Khotbah I
الْحَمْدُ
لِلهِ الَّذِى وَفَّقَ عِبَادَهُ الْمُؤْمِنِيْنَ لِاَدَاءِ الْاَعْمَالِ
الصَّالِحَاتِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
شَهَادَةً اَرْجُو بِهَا رَفِيعَ الدَّرَجَات. وَأَشْهَدُ اَنّ سَيِّدَ نَا
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الْمُعْجِزَاتِ. اللّهُمَّ صَلِّ
وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِ نَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أُولِى
الْفَضَائِل وَالْكَرَامَاتِ
أَمَّا
بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ. اِتَّقُوا اللهَ
بِامْتِثَالِ الْمَأْمُوْرَاتِ وَاجْتِنَابِ الْمَنْهِيَّاتِ. وَاتَّقُوا اللهَ
حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. وَاتَّقُوا
يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فِيْهِ إِلَى اللهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا
كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُوْنَ
Maasyiral muslimin, jamaah
shalat Jum’at yang dimuliakan dan diberkati Allah
Allah subhanahu
wata’ala telah
memberikan modal dasar kepada kita berupa iman dan takwa. Dengan modal ini,
kita mendapat derajat yang mulia dan juga mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat.
Kerena itulah kita harus bersyukur dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi
larangannya.
Maasyiral muslimin, jamaah
shalat Jum’at yang dimuliakan dan diberkati Allah
Di dalam surat al-Hadid ayat
27, Allah SWT berfirman:
وَجَعَلْنَا فِي قُلُوبِ الَّذِينَ
اتَّبَعُوهُ رَأْفَةً وَرَحْمَةً وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا مَا كَتَبْنَاهَا
عَلَيْهِمْ إِلَّا ابْتِغَاءَ رِضْوَانِ اللَّهِ
“Kami jadikan dalam hati orang-
orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. dan mereka mengada-adakan
rahbaniyyah. Padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka
sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah.”
Ayat ini berbicara tentang
pengikut Nabi Isa yang setia kepada beliau dengan mengikuti ajaran dalam
kebenaran dan rahmat. Terdapat rasa kasih sayang dalam hati mereka. Sifat rubbaniyyahadalah
meninggalkan kenikmatan dunia yang sifatnya mubah. Mereka melakukannya karena
ingin mendekatkan diri kepada Allah. Al-Qur’an dengan mengatakan “maa
katabnaa alaihim (Kami tidak mewajibkan perilaku rabbaniyyah itu untuk mereka)”.
Nabi Isa tidak mewajibkan perilakurabbaniyyah.
Dan mereka sendiri yang mengada-adakannya karena ingin mendekatkan diri kepada
Allah subhanahu wataala.
Dalam Hadits riwayat al-Bukhari
dijelaskan:
كُنَّا يَوْمًا نُصَلِّي وَرَاءَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ
قَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ "، قَالَ رَجُلٌ وَرَاءَهُ: رَبَّنَا
وَلَكَ الحَمْدُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، فَلَمَّا انْصَرَفَ،
قَالَ: «مَنِ المُتَكَلِّمُ» قَالَ: أَنَا، قَالَ: «رَأَيْتُ بِضْعَةً
وَثَلاَثِينَ مَلَكًا يَبْتَدِرُونَهَا أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلُ
“Pada suatu hari kami shalat di
belakang Nabi SAW dan ketika beranjak dari ruku’ beliau melafalkan, ‘samiallahu liman hamidah’.
Tiba-tiba ada seseorang yang mengucapkan, ‘Rabbana
walakal hamdu, hamdan, tayyiban mubaarakan fih. Usai shalat, Nabi SAW bertanya, ‘Siapa
yang mengucapkan kalimat itu tadi? ‘Saya’ Jawab salah seorang sahabat. ‘Saya
melihat lebih dari tiga puluh malaikat berlomba-lomba mencatatnya terlebih
dahulu’ Imbuh Nabi SAW.” (HR: al-Bukhari)
Rasulullah mengajarkan kepada
sahabat ini bacaan tersebut. Sahabat sendiri yang mengada-ada dan memulainya
terlebih dahulu, tetapi Rasulullah tidak mengatakan, “Haram kamu melakukan apa
yang tidak saya lakukan. Haram kamu membaca kamu membaca apa yang tidak
pernah saya baca”. Tetapi justru Rasulullah memberikan orang ini kabar gembira
karena ada 30 lebih malaikat yang berlomba-lomba untuk mencatatnya lebih
dahulu.
Maasyiral muslimiin jamaah
Jum’at yang dimuliakan dan diberkati Allah
Dari ayat Al-Qur’an dan sabda
Rasulullah tadi, dapat diambil kesimpulan bahwa tidak serta merta sesuatu yang
baru, yang tidak pernah dilakukan Rasulullah, tidak pernah dilakukan para
Sahabat, dikatakan sesat atau bid’ah dhalalah. Sesuatu
yang sesat dan pada akhirnya akan masuk neraka. Tapi timbangan bahwa sesuatu
dikatakan atau tidak sesat adalah timbangannya Al-Qur’an atau sunah Rasulullah.
Rasulullah dalam Hadits sahih yang diriwayatkan Imam Muslim mengatakan:
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً
حَسَنَةً، فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا،
وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً
سَيِّئَةً، فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ
بِهَا، وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
“Barang siapa yang memulai
dalam ajaran agama Islam ini sesuatu yang baik, maka dia akan mendapatkan
pahala dan pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka
sedikit pun. Dan barang siapa yang memulai ajaran agama dengan sesuatu yang
tidak baik, maka dia akan mendapatkan dosa orang-orang yang mengikutinya
setelahnya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR: Muslim)
Berdasarkan Hadits ini, Imam
Syafii radiuallahu anhu, seperti yang dikutip oleh
Asy-Syatibi, mengatakan: “Apabila perkara baru yang muncul setelah Rasulullah
bertentangan dengan al-Qur’an, Sunah Rasul dan para sahabatnya, dan ijma’, maka
ini termasuk perkara baru yang tercela. Namun sebaliknya, ia tidak bisa
dikatakan perkara baru yang tercela bila tidak bertentangan dengan
sumber-sumber hukum tersebut. Imam Syafii mengatakan bahwa patokan buruk atau
tidaknya sesuatu itu bukan berdasarkan apa yang pernah dilakukan Rasulullah dan
para sahabat saja, tetapi harus merujuk kepada al-Qur’an dan Sunah
Rasulullah. Pasalnya ada perbuatan yang tidak dilakukan oleh Rasulullah, tetapi
para sahabat mengerjakannya dan diikuti oleh banyak orang yang hidup setelahnya
hingga saat ini.
Dalam sahih Bukhari, Imam
Syafii menyebutkan shalat Tarawih berjamaah pertama kali dilakukan oleh
Khalifah Umar bin Khattab. Sebelumnya, Rasulullah mengerjakannya
sendiri-sendiri, tidak berjamaah. Ketika masa Khalifah Abu Bakar, shalat
Tarawih juga sendiri-sendiri. Tapi kemudian, ketika masa Khalifah Umar bin
Khattab, beliau melihat para sahabat shalat sendiri, maka beliau kumpulkan
dalam satu imam. Beliau menunjuk sahabat Ubaid bin Ka’ab untuk menjadi imam.
Setelah itu, beliau mengatakan “Sebaik-baik bid’ah adalah ini. Sebaik-baik
perkara yang baru, yang tidak ada sebelumnya adalah ini”. Umar bin Khattab,
tidak memaknai apa yang tidak dilakukan Rasulullah SAW pasti sesat.
Buktinya beliau melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasulullah dan
sampai sekarang kita melakukan shalat Tarawih secara berjamaah.
Maasyiral muslimiin jamaah
Jum’at yang dimuliakan dan diberkati Allah
Bagaimana pun juga, para ulama
tidak memahami bahwa segala sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasulullah SAW
dan para sahabat adalah bid’ah yang sesat. Ada sesuatu yang baru muncul
setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
bahkan sampai sekarang kita masih melakukannya, seperti penulisan tanda titik
dan harakat al-Qur’an, namun tidak dikatakan sesat oleh banyak ulama.
Penambahan titik dan harakat ini dilakukan pertama kali oleh Yahya bin Ya’kub,
tabiin yang hidup setelah masa sahabat. Penjelasan ini disebutkan Al Imam Abu
Dawud dalam kitabnya Darul Masohib. Pada bagian
bahasan sejarah mushaf dijelaskan bahwa Yahya bin Ya’kub adalah orang yang pertama
kali menuliskan tanda titik dalam Qur’an. Ketika Rasulullah meminta para
Sahabat menuliskan Qur’an, tidak ada titiknya. Begitu juga pada saat Khalifah
Umar membagikan Al-Qur’an ke beberapa tempat, juga belum adatitiknya.
Penulisan tanda titik dalam Qur’an
dimulai pada masa tabiin dan sampai sekarang kita masih membaca al-Qur’an yang
ada titik dan harakatnya serta dilengkapi dengan nomor ayat. Hakikatnya bentuk
al-Qur’an yang semacam ini tidak pernah ada pada masa Rasulullah SAW. Hal ini
berati patokan kebenaran itu adalah al-Qur’an dan Sunnah. Sebagaimana yang
ditegaskan al-Qur’an:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا
نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa yang diperintahkan
oleh Rasullllah, maka kerjakanlah dan tinggalkanlah segala yang dilarang Rasulullah
SAW” (QS: Al-Hasyr ayat 7).
Sesungguhnya para ulama tidak
mengatakan bahwa setiap bid’ah itu pasti sesat. Mereka yang berpendapat bahwa
setiap bid’ah sesat selalu berdalil dengan Hadits:
فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ
ضَلَالَة
“Sesungguhnya
setiap bid’ah adalah sesat”
Ibnu Hajar al-Atsqalani
menerangkan bahwa Hadits ini memiliki redaksi umum yang bermakna khusus. Kullu
bid’atin dhalalah dimaknai
dengan sebagian bid’ah sesat, bukan semua bid’ah sesat. Pemaknaan kalimat ini
hampir sama dengan firman Allah SWT tentang adzab kaum Aad:
تُدَمِّرُ
كُلَّ شَيْءٍ
“Yang
menghancurkan segala sesuatu........” (QS: al-Ahqaf ayat 25)
Meskipun ayat ini menggunakan
kata kulla syai’, bukan berati maknanya
menghancurkan semua sesuatu, karena jika dipahami seperti ini maka berati pada
waktu itu sudah terjadi kiamat. Padahal maksud sebenarnya adalah angin
menghancurkan setiap sesuatu yang dilewatinya saja. Sehingga makna kullu di
sini dimaknai dengan sebagian besar hancur. Dengan demikian, ketika Rasul
mengatakan, kullu bid’atin dhalalah, maknanya bukan berati semua bid’ah
sesat, tetapi dimaknai dengan sebagian besar bid’ah yang sesat.
Terlebih lagi, tidak mungkin
satu Hadits bertentangan pemaknaannya dengan Hadits yang lain. Kalau Hadits
yang pertama membolehkan melakukan sesuatu yang baru dan dianggap baik, bahkan
orang yang melakukannya mendapatkan pahala dan begitu pula dengan orang yang
mengikutinya, maka Hadits berikutnya kullu bid’atin dhalalah,
tidak bisa dimaknai dengan segala sesuatu yang baru adalah sesat dan orang yang
melakukannya akan masuk neraka.
Para ulama mengatakan segala
sesuatu ditimbang menurut ukuransyara’,al-Qur’an
dan Sunah. Diantara perkara baru adalah peringatan Maulid Nabi SAW. Karenanya
penting bagi kita untuk memaknai bid’ah, sehingga kita bijaksana dalam
menyikapi sesuatu yang muncul baru dan sudah menjadi tradisi umat Islam dari
generasi ke generasi. Mulai dari abad ketujuh sampai abad kelimabelas,
kebanyakan umat Islam melakukannya. Maka kalau seandainya dikatakan bid’ah yang
sesat dan masuk neraka, maka tidak akan pernah para ulama menulis tentang
kebolehanya. Ada ratusan lebih para ulama yang membolehkan maulid Nabi, bahkan
Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari dalam kitabnya At
Tanbihan Al Wajibat, juga membolehkannya.
Mudah-mudahan, kita dapat
memahami sabda Rasulullah dan memaknai Al-Qur’an dengan benar dan
mudah-mudahan, kita termasuk orang yang mengikuti Sunah Rasulullah, dan
mudah-mudahan kita dijauhkan dari bid’ah-bid’ah yang menyesatkan. Amiiin
ya rabbal alamiin.
Khotbah II
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، وَأَحُثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحًمُوْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ اْلقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ، وَقاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ. صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمُ وَصَدَقَ رَسُوْلُهُ النَّبِيُّ الْكَرِيْمُ وَنَحْنُ عَلَى ذلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ وَالشَّاكِرِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
إِنَّ
اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اَللّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
وَقَاضِيَ الْحَاجَاتِ
رَبَّنَا
لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ
عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا
وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا
وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا
عَذَابَ النَّار
عِبَادَ
اللهِ! إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى
وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُونَ، فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوهُ عَلَى
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ
اللهِ أَكْبَرُ
Khotbah I
الحمد لله الذى جعل التقوى خير الزاد واللباس وأمرنا أن تزود بها
اليوم البعاث أشهد أن لااله إلا الله وحده لاشريك له رب الناس وأشهد أن محمدا عبده
ورسوله الموصوف بأكمل صفات الأشخاص. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه
أجمعين وسلم تسليما كثيرا، أما بعد.
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Dalam kesempatan bulan Rabiul Awal ini, khatib mengajak pada
diri sendiri dan kepada jamaah sekalian untuk senantiasa belajar meneladani
perilaku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
makhluk paling agung pengemban risalah suci untuk memperbaiki akhlak manusia.
Sabda Nabi Muhammadshallallahu
‘alaihi wasallam:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ
مَكَارِمَ اْلأَخْلاَقِ
“Sesungguhnya
aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.”
Salah satu poin penting yang bisa kita contoh dari beliau adalah
akhlak dalam konteks hubungan sosial. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam termasuk
pribadi dengan keluasan hati yang mengagumkan. Beliau tak hanya orang yang
gigih dalam memperjuangan syiar kebenaran Islam tapi juga menunjukkan perangai
mulia dalam berdakwah sebagai menifestasi dari klaim kebenaran itu sendiri.
Ketika kita membaca kembali lembar tarikh (sejarah) peradaban Islam, kita akan
menemukan fakta bagaimana Nabi bersikap kepada pasukan musuh begitu momen
kemenangan besar Fathul Makkah (pembebasan kota Makkah) diraih.
Kejadian itu bermula saat kaum musyrikin Quraisy di Makkah merusak kesepakatan
gencatan senjata yang dikenal dengan “Perjanjian Hudaibiyah”, hingga mengundang
sepuluh ribu pasukan Muslim dari Madinah untuk menyerbu Makkah.
Seluruh kaum musyrikin dilanda ketakutan, terutama pemimpin
tertingi mereka, yakni Abu Sufyan. Dengan kekuatan pasukan Muslim yang
berkembang demikian pesat, ia sadar betul kekalahan bagi kelompoknya sudah di
depan mata. Reputasi dirinya sebagai pemimpin yang sangat disegani pada hari
itu runtuh, wibawanya sebagai jawara tanpa tanding pun remuk. Lalu apa yang
diperbuat oleh Rasulullah?
Jamaah Jum’at yang semoga dimuliakan Allah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bukanlah tipe pendendam dan
pemarah. Sejarah perlakuan buruk kaum musyrikin Quraisy, termasuk Abu Sufyan,
terhadap dirinya dan umat Islam tak membuatnya bertindak secara membabi buta.
Di hadapan khalayak waktu itu, Nabi justru berpidato “Barangsiapa masuk ke
dalam Masjidil Haram, dia akan dilindungi. Barangsiapa masuk ke dalam rumah Abu
Sufyan, dia akan dilindungi.”
Ungkapan ini membuat banyak orang terperanjat. Nabi seakan paham
dengan suasana batin Abu Sufyan, dedengkot pasukan musuh itu. Mendengar
pengumuman itu, hati Abu Sufyan yang garang luluh bercampur bahagia. Meski
dalam posisi terpojok, ia merasa sangat terhormat dan terlindungi. Tak
tanggung-tanggung, Rasulullah seolah menyejajarkan rumahnya dengan Masjidil
Haram. Barangkali karena kemuliaan akhlak Nabi inilah Abu Sufyan tak lagi
canggung memeluk Islam.
Dari sini kita belajar, Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam tak
hanya pandai bertutur tentang pentingnya berbuat bijak kepada sesama, tetapi
beliau konsisten dengan memberikan teladan langsung dalam wujud perilaku.
Penghormatan Nabi di sini tak sebatas kepada orang atau kelompok yang berbeda
pandangan dengan dirinya, tapi bahkan kepada orang atau kelompok yang sedang
memusuhinya. Maka benarlah ungkapan sebuah hadits shahih:
أَحَبُّ الدِّينِ إلى الله
الْحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ
“Agama
yang paling dicintai oleh Allah adalah al-hanafiyah as-samhah (yang lurus lagi toleran).”
Rasulullah juga memberi isyarat bahwa tak ada hubungan keimanan
seseorang dengan perasaan benci. Sehingga, kita pun menjadi heran saat
menyaksikan banyak orang-orang yang merasa iman meningkat tapi kebenciannya
terhadap orang yang tak seiman dengan dirinya pun ikut meningkat. Sikap semacam
ini kontradiktif dengan dengan sabda Nabi sebagaimana tertulis dalam kitabRiyadlus Shalhin:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ
إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Mukmin
yang paling sempurna adalah mereka yang paling indah akhlaknya”
Dalam Hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim pernah
dikisahkan, suat kali Rasulullah berdiri (memberi hormat) ketika sebuah
iring-iringan jenazah yang lewat di hadapannya. Salah seorang sahabat beliau
mengingatkan bahwa jenazah itu adalah jenazah orang Yahudi, yang tak layak
mendapat penghormatan. Beliau lansung menjawab, “Bukankah ia juga manusia?”
مَرَّتْ بِهِ جَنَازَةٌ فَقَامَ
فَقِيْلَ لَهُ إِنَّهَا جَنَازَةُ يَهُوْدِي فَقَالَ أَلَيْسَتْ نَفْسًا؟
Jamaah Jum’at yang semoga dirahmati Allah,
Perilaku Rasulullah tersebut menyiratkan pesan bahwa keteguhan
iman seseorang ditandai bukan dengan sikap angkuhnya terhadap orang yang
berbeda. Justru sebaliknya, kuatnya keyakinan itu justru memantulkan
sikap-sikap tawadlu’, rasa hormat, tasamuh (toleran) dan terbuka terhadap yang
lain.
Khotbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ
وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ
عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ
بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ
بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا
اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ
وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا
اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ
اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ
وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ
اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ
اللهِ اَكْبَرْ
Comments
Post a Comment