AKHLAQ KEPADA GURU
Hormat dan Patuh kepada Guru
Islam menempatkan guru
pada posisi mulia. Mereka adalah orang tua kita setelah orang tua kandung. Oleh
karena itu, kita harus menghormati dan mematuhinya sebagaimana yang kita
lakukan terhadap orang tua.
1. Pengertian
berbuat baik kepada guru dan dalilnya
Siswa adalah orang yang
belajar kepada guru, siswa pula yang menentukan kualitas ajar seorang guru.
Jika siswanya kurang pintar setelah mendapat pendidikan, maka ada dua
kemungkinan, yakni: siswanya kurang mencerna pelajaran yang ditransfer guru
(atau sang guru tidak dapat memberikan metode terbaik pada saat pelajaran
diberikan), atau sang siswa tidak mampu mengikuti pelajaran yang diberikan
guru.
Dua kemungkinan di atas,
sangatlah lumrah. Yang pasti sang guru tidak mau disalahkan alias guru
beralasan bahwa siswa tersebut memang tidak mampu mengikuti pelajaran (siswanya
ber-IQ rendah). Kalau mau jujur, guru pun harus dapat mengevaluasi metode yang
digunakan dalam pendidikan, apakah sesuai dengan tingkat kecerdasan, tingkat
usia, tingkat emosi dan sebagainya. Hal ini perlu dilakukan oleh seorang guru,
agar ilmu yang ditransfer dapat diterima dengan baik. Selain itu seorang siswa
pun harus mengakomodir segala yang diberitakan oleh guru dalam segala hal yang
berhubungan dengan pendidikan, dengan tujuan agar siswanya itu menjadi orang
yang berguna.
Seorang siswa wajib berbuat
baik kepada guru dalam arti menghormati, memuliakan dengan ucapan dan
perbuatan, sebagai balas jasa atas kebaikan yang diberikannya. Siswa berbuat
baik dan berakhlak mulia atau bertingkah laku kepada guru dengan dasar
pemikiran sebagai berikut:
a. Memuliakan dan menghormati guru termasuk
suatu perintah agama
Sabda Rasulullah Saw. yang
artinya: ”Muliakanlah orang yang
kamu belajar darinya”. (HR. Abul Hasan Al-Mawardi), ”Muliakanlah guru-guru
Al-Qur’an (agama), karena barang siapa yang memuliakan mereka berarti ia
memuliakan aku”. (HR. Abul Hasan Al-Mawardi)
Penyair Mesir Ahmad Syauki Bey
mengatakan :
“Berdiri
dan hormatilah guru, dan berilah ia penghargaan, (karena) seorang guru itu
hampir saja merupakan Tuhan”. (HR. Abul Hasan Al-Mawardi)
b. Guru adalah orang yang sangat mulia
Dalam sejarah nabi disebutkan, bahwa
pada suatu hari Nabi Muhammad saw. keluar rumah. Tiba-tiba beliau melihat ada
dua majlis yang berbeda. Majlis yang pertama adalah orang-orang yang beribadah
yang sedang berdoa kepada Allah dengan segala kecintaan kepada-Nya, sedang
majlis yang kedua ialah majlis pendidikan dan pengajaran yang terdiri dari guru
dan sejumlah murid-muridnya. Melihat dua macam majlis yang berbeda Nabi
bersabda: ”Adapun mereka dari majlis
ibadah mereka sedang berdoa kepada Allah. Jika Allah mau, Allah menerima doa
mereka, dan jika Allah mau, Allah menolak doa mereka. Tetapi mereka yang
termasuk dalam majlis pengajaran manusia. Sesungguhnya aku diutus Tuhan adalah
untuk menjadi guru. (HR. Ahmad)
c. Guru adalah orang yang sangat besar jasanya
dalam memberikan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan mental kepada
siswa
Bekal ini jika diamalkan jauh lebih
berharga dari pada harta benda. Orang yang ingin sukses di dunia dan akhirat
harus dengan ilmu. Sabda Rasulullah Saw.: ”Barang siapa yang menghendaki dunia, wajib ia mempunyai ilmu. Barang
siapa yang menghendaki akhirat, wajib mempunyai ilmu. Dan barang siapa yang
menghendaki dunia dan akhirat kedua-duanya, wajib juga mempunyai ilmu. (HR.
Ahmad)
d. Dilihat dari segi usia, maka pada umumnya
guru lebih tua dari pada muridnya, sedangkan orang muda wajib menghormati orang
yang lebih tua
Sabda Rasulullah Saw.: ”Bukan dari umatku, orang yang tidak sayang
kepada yang lebih muda dan tidak menghargai kehormatan yang lebih tua.” (HR.
Abu Daud dan Turmudzi)
2. Cara
berakhlak kepada guru
Banyak
cara yang dapat dilakukan seorang siswa dalam rangka berakhlak terhadap seorang
guru, di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Menghormati dan memuliakannya serta
mengagungkannya menurut cara yang wajar dan dilakukan karana Allah.
b. Berupaya menyenangkan hatinya dengan cara
yang baik.
c. Tidak merepotkan guru dengan banyak
pertanyaan.
d. Jangan berjalan dihadapannya.
e. Jangan duduk ditempat duduknya.
f. Jangan mulai berbicara kecuali setelah
mendapat izin darinya.
g. Jangan membukakan rahasia guru.
h. Jangan melawan dan menipu guru.
i. Meminta ma’af jika berkata keliru dihadapan
guru.
j. Memuliakan keluarganya.
k. Memuliakan sahabat karib guru.
3. Adab
kepada guru
a. Adab Duduk
Syaikh Bakr Abu Zaid Rahimahullah di dalam kitabnya Hilyah Tolibil Ilm mengatakan,
“Pakailah adab yang terbaik pada saat kau duduk bersama syaikhmu, pakailah cara
yang baik dalam bertanya dan mendengarkannya.”
Syaikh Utsaimin mengomentari
perkataan ini, “Duduklah dengan duduk yang beradab, tidak membentangkan kaki,
juga tidak bersandar, apalagi saat berada di dalam majelis.”
Ibnul Jamaah mengatakan, “Seorang
penuntut ilmu harus duduk rapi, tenang, tawadhu’, mata tertuju kepada guru, tidak
membetangkan kaki, tidak bersandar, tidak pula bersandar dengan tangannya,
tidak tertawa dengan keras, tidak duduk di tempat yang lebih tinggi juga
tidak membelakangi gurunya”.
b. Adab Berbicara
Berbicara dengan seseorang yang
telah mengajarkan kebaikan haruslah lebih baik dibandingkan jika berbicara
kepada orang lain. Imam Abu Hanifah pun jika berada depan Imam Malik ia
layaknya seorang anak di hadapan ayahnya.
Para Sahabat Nabi saw., muridnya Rasulullah, tidak pernah
kita dapati mereka beradab buruk kepada gurunya tersebut, mereka tidak pernah
memotog ucapannya atau mengeraskan suara di hadapannya, bahkan Umar bin khattab
yang terkenal keras wataknya tak pernah menarik suaranya di depan Rasulullah,
bahkan di beberapa riwayat, Rasulullah sampai kesulitan mendengar suara
Umar jika berbicara. Di hadist Abi Said al Khudry radhiallahu ‘anhu juga menjelaskan, “Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan
di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR.
Bukhari).
c. Adab Bertanya
Allah SWT. berfirman,
Artinya:
“Maka bertanyalah kepada
orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS. An Nahl: 43).
Bertanyalah kepada para ulama,
begitulah pesan Allah di ayat ini, dengan bertanya maka akan terobati
kebodohan, hilang kerancuan, serta mendapat keilmuan. Tidak diragukan
bahwa bertanya juga mempunyai adab di dalam Islam. Para ulama telah menjelaskan
tentang adab bertanya ini. Mereka mengajarkan bahwa pertanyaan harus
disampaikan dengan tenang, penuh kelembutan, jelas, singkat dan padat,
juga tidak menanyakan pertanyaan yang sudah diketahui jawabannya.
d. Adab dalam Mendengarkan Pelajaran
Para pembaca, bagaimana rasanya jika
kita berbicara dengan seseorang tapi tidak didengarkan? Sungguh jengkel
dibuatnya hati ini. Maka bagaiamana perasaan seorang guru jika melihat murid
sekaligus lawan bicaranya itu tidak mendengarkan? Sungguh merugilah para murid yang
membuat hati gurunya jengkel.
Agama yang mulia ini tak pernah
mengajarkan adab seperti itu, tak didapati di kalangan salaf adab yang seperti
itu. Sudah kita ketahui kisah Nabi Musa yang berjanji tak mengatakan
apa-apa selama belum diizinkan. Juga para sahabat Rasulullah yang diam pada
saat Rasulullah berada di tengah mereka.
Bahkan di riwayatkan Yahya bin Yahya
Al Laitsi tak beranjak dari tempat duduknya saat para kawannya keluar melihat
rombongan gajah yang lewat di tengah pelajaran, yahya mengetahui tujuannya
duduk di sebuah majelis adalah mendengarkan apa yang dibicarakan gurunya bukan
yang lain.
Apa yang akan Yahya bin Yahya
katakan jika melihat keadaan para penuntut ilmu saat ini, jangankan segerombol
gajah yang lewat, sedikit suarapun akan dikejar untuk mengetahuinya seakan tak
ada seorang guru di hadapannya, belum lagi yang sibuk berbicara dengan kawan di
sampingnya, atau sibuk dengan gadgetnya.
e. Mendoakan guru
Banyak dari kalangan salaf berkata,
Artinya:
“Tidaklah
aku mengerjakan sholat kecuali aku pasti mendoakan kedua orang tuaku dan guru
guruku semuanya.”
f. Memperhatikan adab-adab dalam menyikapi
kesalahan guru
Rasulullah Saw. bersabda, yang
artinya “Setiap anak Adam pasti berbuat
kesalahan, dan yang terbaik dari mereka adalah yang suka bertaubat” (HR.
Ahmad)
Para guru bukan malaikat, mereka
tetap berbuat kesalahan. Jangan juga mencari cari kesalahannya, ingatlah firman
Allah, SWT.
Artinya:
“Dan janganlah mencari-cari
keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di
antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya” (QS. Al
Hujurot: 12).
Allah melarang mencari kesalahan
orang lain dan menggibahnya, larangan ini umum tidak boleh mencari kesalahan
siapapun. Bayangkan bagaimana sikap seseorang jika ia mendengar aib saudara
atau kawannya? Bukankah akan menyebabkan dampak yang buruk akan hubungan
mereka? Prasangka buruk akan mencuat, jarak akan tambah memanjang, keinginan
akrab pun tak terbenak lagi di pikiran.
Lantas, bagaimanakah jika aib para
ulama, dan para pengajar kebaikan yang tersebar? Sungguh manusia pun akan
menjauhi mereka, ilmu yang ada pada mereka seakan tak terlihat, padahal
tidaklah lebih di butuhkan oleh manusia melainkan para pengajar kebaikan yang
menuntut hidupnya ke jalan yang benar. Belum lagi aib-aib dusta yang tersebar
tentang mereka.
Sungguh baik para Salaf dalam
doanya,
Artinya:
“Ya
Allah tutupilah aib guruku dariku, dan janganlah kau hilangkan keberkahan
ilmuya dari ku.”
Namun, ini bukan berarti menjadi
penghalang untuk berbicara kepada sang guru atas kesalahannya yang tampak,
justru seorang tolabul ‘Ilm harus berbicara kepada gurunya jika ia melihat
kesalahan gurunya. Adab dalam menegur merekapun perlu diperhatikan mulai dari
cara yang sopan dan lembut saat menegur dan tidak menegurnya di depan orang
banyak.
g. Meneladani penerapan ilmu dan akhlaknya
Merupakan suatu keharusan seorang
penuntut ilmu mengambil ilmu serta akhlak yang baik dari gurunya. Kamipun mendapati
di tempat kami menimba ilmu saat ini, atau pun di tanah air, para guru,
ulama, serta ustad begitu tinggi akhlak mereka, tak lepas wajahnya
menebarkan senyum kepada para murid, sabarnya mereka dalam memahamkan
pelajaran, sabar menjawab pertanyaan para tolibul ilm yang tak ada habisnya,
jika berpapasan di jalan malah mereka yang memulai untuk bersalaman, sungguh
akhlak yang sangat terpuji dari para penerbar sunnah.
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Jika
gurumu itu sangat baik akhlaknya, jadikanlah dia qudwah atau contoh untukmu dalam berakhlak. Namun bila keadaan
malah sebaliknya, maka jangan jadikan akhlak buruknya sebagai contoh untukmu,
karena seorang guru dijadikan contoh dalam akhlak yang baik, bukan akhlak
buruknya, karena tujuan seorang penuntut ilmu duduk di majelis seorang guru
mengambil ilmunya kemudian akhlaknya.”
h. Sabar dalam membersamainya
Tidak ada satupun manusia di dunia
ini kecuali pernah berbuat dosa, sebaik apapun agamanya, sebaik apapun amalnya
nya, sebanyak apapun ilmunya, selembut apapun perangainya, tetap ada
kekurangannya. Tetap bersabarlah bersama mereka dan jangan berpaling darinya.
Allah berfirman :
Artinya:
“Dan bersabarlah kamu
bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari
dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari
mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti
orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti
hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (QS.Al Kahfi: 28).
Karena tidak ada yang lebih baik
kecuali bersama orang orang yang berilmu dan yang selalu menyeru Allah Azza
wa Jalla.
Comments
Post a Comment